| | | | |
MACAM MACAM ACARA NGABEN DI BALI
Ngaben Asti Wedana
Asti
Wedana adalah upacara ngaben yang melibatkan kerangka jenazah yang
pernah dikubur. Upacara ini disertai dengan upacara ngagah, yaitu
upacara menggali kembali kuburan dari orang yang bersangkutan untuk
kemudian mengupacarai tulang belulang yang tersisa. Hal ini dilakukan
sesuai tradisi dan aturan desa setempat, misalnya ada upacara tertentu
di mana masyarakat desa tidak diperkenankan melaksanakan upacara
kematian dan upacara pernikahan maka jenazah akan dikuburkan di kuburan
setempat yang disebut dengan upacara Makingsan ring Pertiwi ( Menitipkan
di Ibu Pertiwi).
Ngaben Sawa Wedana
Sawa
Wedana adalah upacara ngaben dengan melibatkan jenazah yang masih utuh
(tanpa dikubur terlebih dahulu) . Biasanya upacara ini dilaksanakan
dalam kurun waktu 3-7 hari terhitung dari hari meninggalnya orang
tersebut. Pengecualian biasa terjadi pada upacara dengan skala Utama,
yang persiapannya bisa berlangsung hingga sebulan. Sementara pihak
keluarga mempersiapkan segala sesuatu untuk upacara maka jenazah akan
diletakkan di balai adat yang ada di masing-masing rumah dengan
pemberian ramuan tertentu untuk memperlambat pembusukan jenazah. Dewasa
ini pemberian ramuan sering digantikan dengan penggunaan formalin.
Selama jenazah masih ditaruh di balai adat, pihak keluarga masih
memperlakukan jenazahnya seperti selayaknya masih hidup, seperti
membawakan kopi, memberi makan disamping jenazah, membawakan handuk dan
pakaian, dll sebab sebelum diadakan upacara yang disebut Papegatan maka
yang bersangkutan dianggap hanya tidur dan masih berada dilingkungan
keluarganya.
Swasta
Swasta
adalah upacara ngaben tanpa memperlibatkan jenazah maupun kerangka
mayat, hal ini biasanya dilakukan karena beberapa hal, seperti :
meninggal di luar negeri atau tempat jauh, jenazah tidak ditemukan, dll.
Pada upacara ini jenazah biasanya disimbolkan dengan kayu cendana
(pengawak) yang dilukis dan diisi aksara magis sebagai badan kasar dari
atma orang yang bersangkutan.
Ngelungah
Ngelungah adalah upacara untuk anak yang belum tanggal gigi.
Warak Kruron
Warak Kruron adalah upacara untuk bayi yang keguguran.
Tujuan Upacara Ngaben
Upacara ngaben secara konsepsional memiliki makna dan tujuan sebagai berikut :
- 1. Dengan membakar jenazah maupun simbolisnya kemudian menghanyutkan
abu ke sungai, atau laut memiliki makna untuk melepaskan Sang Atma (roh)
dari belenggu keduniawian sehingga dapat dengan mudah bersatu dengan
Tuhan (Mokshatam Atmanam)
- 2. Membakar jenazah juga merupakan suatu rangkaian upacara untuk
mengembalikan segala unsur Panca Maha Bhuta (5 unsur pembangun badan
kasar manusia) kepada asalnya masing-masing agar tidak menghalangi
perjalan Atma ke Sunia Loka Bagian Panca Maha Bhuta yaitu : a. Pertiwi :
unsur padat yang membentuk tulang, daging, kuku, dll b. Apah: unsur
cair yang membentuk darah, air liur, air mata, dll c. Bayu : unsur udara
yang membentuk napas. d. Teja : unsur panas yang membentuk suhu tubuh.
e. Akasa : unsur ether yang membentuk rongga dalam tubuh.
- 3. Bagi pihak keluarga, upacara ini merupakan simbolisasi bahwa pihak
keluarga telah ikhlas, dan merelakan kepergian yang bersangkutan.
Rangkaian Upacara Ngaben
Sarana Pengusungan Jenazah
Ngulapin
Upacara untuk memanggil Sang Atma. Upacara ini juga dilaksanakan
apabila yang bersangkutan meninggal di luar rumah yang bersangkutan
(misalnya di Rumah Sakit, dll). Upacara ini dapat berbeda-beda
tergantung tata cara dan tradisi setempat, ada yang melaksanakan di
perempatan jalan, pertigaan jalan, dan kuburan setempat.
Nyiramin/Ngemandusin
Upacara memandikan dan membersihkan jenazah yang biasa dilakukan di
halaman rumah keluarga yang bersangkutan (natah). Prosesi ini juga
disertai dengan pemberian simbol-simbol seperti bunga melati di rongga
hidung, belahan kaca di atas mata, daun intaran di alis, dan
perlengkapan lainnya dengan tujuan mengembalikan kembali fungsi-fungsi
dari bagian tubuh yang tidak digunakan ke asalnya, serta apabila roh
mendiang mengalami reinkarnasi kembali agar dianugerahi badan yang
lengkap (tidak cacat).
Ngajum Kajang
Kajang adalah selembar kertas putih yang ditulisi dengan
aksara-aksara magis oleh pemangku, pendeta atau tetua adat setempat.
Setelah selesai ditulis maka para kerabat dan keturunan dari yang
bersangkutan akan melaksanakan upacara ngajum kajang dengan cara menekan
kajang itu sebanyak 3x, sebagai simbol kemantapan hati para kerabat
melepas kepergian mendiang dan menyatukan hati para kerabat sehingga
mendiang dapat dengan cepat melakukan perjalanannya ke alam selanjutnya.
Ngaskara
Ngaskara bermakna penyucian roh mendiang. Penyucian ini dilakukan
dengan tujuan agar roh yang bersangkutan dapat bersatu dengan Tuhan dan
bisa menjadi pembimbing kerabatnya yang masih hidup di dunia.
Mameras
Mameras berasal dari kata peras yang artinya berhasil, sukses, atau
selesai. Upacara ini dilaksanakan apabila mendiang sudah memiliki cucu,
karena menurut keyakinan cucu tersebutlah yang akan menuntun jalannya
mendiang melalui doa dan karma baik yang mereka lakukan.
Papegatan
Papegatan berasal dari kata pegat, yang artinya putus, makna upacara
ini adalah untuk memutuskan hubungan duniawi dan cinta dari kerabat
mendiang, sebab kedua hal tersebut akan menghalangi perjalan sang roh
menuju Tuhan. Dengan upacara ini pihak keluarga berarti telah secara
ikhlas melepas kepergian mendiang ke tempat yang lebih baik. Sarana dari
upacara ini adalah sesaji (banten) yang disusun pada sebuah lesung batu
dan diatasnya diisi dua cabang pohon dadap yang dibentuk seperti gawang
dan dibentangkan benang putih pada kedua cabang pohon tersebut.
Nantinya benang ini akan diterebos oleh kerabat dan pengusung jenazah
sebelum keluar rumah hingga putus.
Pakiriman Ngutang
Di laksanakan setelah upacara papegatan yang dilanjutkan dengan
pakiriminan ke kuburan setempat, jenazah beserta kajangnya kemudian
dinaikan ke atas Bade/Wadah, yaitu menara pengusung jenazah (hal ini
tidak mutlak harus ada, dapat diganti dengan keranda biasa yang disebut
Pepaga). Dari rumah yang bersangkutan anggota masyarakat akan mengusung
semua perlengkapan upacara beserta jenazah diiringi oleh suara
"Baleganjur" (gong khas Bali) yang bertalu-talu dan bersemangat, atau
suara angklung yang terkesan sedih. Di perjalan menuju kuburan jenazah
ini akan diarak berputar 3x berlawanan arah jarum jam yang bermakna
sebagai simbol mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta ke tempatnya
masing-masing. Selain itu perputaran ini juga bermakna: Berputar 3x di
depan rumah mendiang sebagai simbol perpisahan dengan sanak keluarga.
Berputar 3x di perempatan dan pertigaan desa sebagai simbol perpisahan
dengan lingkungan masyarakat. Berputar 3x di muka kuburan sebagai simbol
perpisahan dengan dunia ini.
-
Ngising
Ngising adalah upacara pembakaran jenazah tersebut, jenazah
dibaringkan di tempat yang telah disediakan , disertai sesaji dan banten
dengan makna filosofis sendiri, kemudian diperciki oleh pendeta yang
memimpin upacara dengan Tirta Pangentas yang bertindak sebagai api
abstrak diiringi dengan Puja Mantra dari pendeta, setelah selesai
kemudian barulah jenazah dibakar hingga hangus, tulang-tulang hasil
pembakaran kemudian digilas dan dirangkai lagi dalam buah kelapa gading
yang telah dikeluarkan airnya.
Nganyud
Nganyud bermakna sebagai ritual untuk menghanyutkan segala kekotoran
yang masih tertinggal dalam roh mendiang dengan simbolisasi berupa
menghanyutkan abu jenazah. Upacara ini biasanya dilaksakan di laut, atau
sungai.
Makelud
Makelud biasanya dilaksanakan 12 hari setelah upacara pembakaran
jenazah. Makna upacara makelud ini adalah membersihkan dan menyucikan
kembali lingkungan keluarga akibat kesedihan yang melanda keluarga yang
ditinggalkan. Filosofis 12 hari kesedihan ini diambil dari Wiracarita
Mahabharata, saat Sang Pandawa mengalami masa hukuman 12 tahun di tengah
hutan.
|
| |
No comments:
Post a Comment